KORANMANDALA.ID – Di era digital, informasi mengalir deras dari berbagai kanal: media mainstream, blog pribadi, hingga media sosial. Namun, ada fenomena menarik yang kerap dikeluhkan para blogger: artikel mereka, meski ditulis panjang, mendalam, dan penuh riset, sering kalah bersaing di mesin pencari dibanding artikel “ringan” dari situs berita besar. Para penulis yang mempunyai blog pribadi seperti kehilangan ruang di mesin pencari
Di sisi lain, profesi wartawan juga mengalami pergeseran. Banyak jurnalis yang dulunya fokus pada liputan investigatif kini lebih sering memproduksi artikel ringan konten cepat saji, bahkan bergeser menjadi “penulis konten” atau kreator digital.
Artikel ini mencoba mengurai fenomena tersebut, yang sejatinya saling terkait: persaingan otoritas di ranah digital dan perubahan ekosistem media akibat algoritma aplikasi media sosial dan mesin pencari serta ekonomi digital.
Media Mainstream dan Wartawan, Situs Blog dan Penulis Konten
Seorang penggiat bloger biasanya adalah individu yang menulis di ruang digital pribadinya, menumpahkan opini, pengalaman, atau riset dengan gaya personal; sementara media mainstream adalah institusi besar dengan redaksi, modal, dan jaringan distribusi luas yang membentuk arus utama informasi publik.
Di sisi lain, penulis konten lahir dari kebutuhan era algoritma: mereka meramu tulisan yang ramah mesin pencari dan mudah dikonsumsi, sering kali lebih mengejar klik daripada kedalaman.
Dan wartawan sejatinya adalah pengembara fakta—orang yang turun ke lapangan, memverifikasi informasi, dan menyajikannya dengan tanggung jawab etik, meski kini perannya kerap terhimpit oleh tuntutan produksi konten cepat.
Maraknya Media Daring, Antara Kebebasan Pers dan Ancaman Disinformasi
Era kejayaan blogger di Indonesia
Era kejayaan blogger di Indonesia—khususnya dengan artikel-artikel ringan seperti tips sehari-hari, kuliner, lifestyle, jadwal rutinitas dan cerita personal—umumnya berlangsung pada pertengahan 2000-an hingga awal 2010-an. Artikel ringan, “receh” ini menjadi sumber trafik yang besar bagi website para blogger,
Era kejayaan blogger (2005–2013) ditandai dengan banyaknya blog personal yang bisa muncul di halaman pertama mesin pencari/search engine seperti Google. com dengan artikel-artikel ringan.
Kemudian, menjamurlah praktik SEO di Indonesia; mengoptimasi mesin pencari, membuat artikel agar sesuai dengan algoritma mesin pencari. Para blogger membagikan trik dan tips SEO ini di berbagai forum media online (sebelum adanya media sosial).
– 2005–2010: Blogspot, WordPress, dan Multiply menjadi platform populer. Artikel ringan dari blogger personal sering muncul di halaman pertama Google karena saat itu media mainstream belum terlalu fokus ke konten digital.
– 2010–2013: Komunitas blogger tumbuh pesat. Banyak blogger menulis artikel ringan yang viral, misalnya tentang traveling, kuliner, atau curhat personal. Google AdSense juga mulai memberi penghasilan, sehingga blogging jadi profesi bagi sebagian orang.
– 2014 ke atas: Media mainstream mulai serius masuk ke ranah online. Portal berita besar (Detik, Kompas, Tribun, dll.) memproduksi artikel ringan dalam jumlah masif. Sejak saat itu, dominasi blogger di mesin pencari mulai menurun karena kalah otoritas domain, kecepatan update, dan dukungan SEO profesional.
Dari Jurnalis ke Penulis Konten: Krisis Media 2022–2025 dan Hilangnya Fungsi Kritis Pers
Awal Mula Munculnya Trik dan Tips Praktik SEO
Praktik SEO (Search Engine Optimization) mulai dikenal sejak pertengahan 1990-an, ketika mesin pencari seperti Yahoo!, AltaVista, dan Lycos mulai digunakan secara luas. Menurut Loren Baker dari Search Engine Journal, istilah “SEO” mulai digunakan secara resmi sekitar tahun 1997, oleh John Audette dari Multimedia Marketing Group.
Pada masa itu, teknik SEO masih sangat sederhana: hanya mengandalkan penempatan kata kunci di judul dan meta tag. Namun, seiring berkembangnya algoritma mesin pencari, terutama dengan munculnya Google dan sistem PageRank, trik dan strategi SEO mulai menjadi lebih kompleks dan terstruktur.
Era Alexa.com dalam Dunia SEO (1996–2022) sebagai analisa trafik pengunjung
Alexa.com didirikan pada tahun 1996 oleh Brewster Kahle dan Bruce Gilliat, lalu diakuisisi oleh Amazon pada 1999. Selama lebih dari dua dekade, Alexa menjadi salah satu alat analitik paling populer untuk mengukur ranking situs web secara global, serta menyediakan data seperti:
– Estimasi trafik harian dan tampilan halaman selama 3 bulan terakhir.
– Bounce rate, waktu kunjungan, dan sumber trafik.
– Analisis kompetitor dan audit SEO berkala melalui layanan Alexa Pro.
Banyak blogger dan pemilik situs menggunakan Alexa Rank sebagai indikator popularitas dan efektivitas SEO. Semakin kecil angka rank-nya, semakin tinggi posisi situs tersebut secara global. Alexa juga memungkinkan pengguna “mengintip” performa situs kompetitor, sehingga menjadi alat strategis dalam persaingan digital.
Namun, pada Mei 2022, Alexa.com resmi ditutup oleh Amazon. Penutupan ini menandai berakhirnya satu era penting dalam analitik SEO.
Setelah Era Alexa: Transisi ke Tools Modern
Pasca penutupan Alexa, praktisi SEO beralih ke berbagai alat analitik yang lebih canggih dan terintegrasi, seperti:
– Google Analytics: Menyediakan data trafik real-time, perilaku pengguna, dan konversi.
– Google Search Console: Fokus pada performa pencarian, indeksasi, dan masalah teknis SEO.
– SEMrush, Ahrefs, dan Moz: Menawarkan analisis backlink, keyword research, dan audit SEO menyeluruh.
– SimilarWeb dan Ubersuggest: Alternatif populer untuk analisis trafik dan kompetitor.
Era ini ditandai dengan pendekatan SEO yang lebih holistik: tidak hanya mengejar ranking, tapi juga pengalaman pengguna (UX), kecepatan situs, dan kredibilitas konten sesuai prinsip EEAT (Experience, Expertise, Authoritativeness, Trustworthiness).
Alexa.com berperan besar dalam membentuk budaya analitik SEO dari akhir 1990-an hingga awal 2020-an. Setelahnya, dunia SEO bertransformasi menuju pendekatan yang lebih kompleks dan berbasis data real-time.
Estimasi Pendapatan Blogger dari AdSense (2005–2013)
– CPM (Cost per Mille/1000 tayangan iklan) di Indonesia relatif rendah, sekitar Rp5.000–Rp15.000 per 1000 tayangan.
– CPC (Cost per Click) rata-rata di Indonesia kala itu hanya $0,01–$0,10 per klik, jauh lebih rendah dibanding blog berbahasa Inggris yang bisa mencapai $1 per klik.
Dengan trafik 5.000 pengunjung per hari (sekitar 150.000 pageviews per bulan), blogger Indonesia bisa menghasilkan sekitar Rp1–3 juta per bulan.
Pendapatan Blogger dengan trafik lebih tinggi (100.000–300.000 pageviews per bulan) bisa meraup Rp3–9 juta per bulan, tergantung niche dan optimasi. Penghasilan yang cukup besar mengingat kala itu UMR Jakarta tahun 2005 hanya sekitar Rp 700.000-an.
Ada juga kisah sukses luar biasa: beberapa blogger Indonesia yang fokus menulis dalam bahasa Inggris dan menargetkan pembaca luar negeri bisa meraih ratusan hingga ribuan dolar per bulan.
– Pendapatan AdSense kala itu sangat bervariasi:
– Blogger kecil: sekitar $100 per 3 bulan (Rp1,5 juta kala itu).
– Blogger menengah: $100–$300 per bulan (Rp1,5–4,5 juta).
– Blogger besar/niche internasional: bisa mencapai $1.000+ per bulan (Rp15 juta ke atas).
Dan kemudian, media mainstream mengikuti jalan blogger menghadirkan konten ringan/receh karena melihat ini sebagai peluang pemasukan, pendapatan dari adsense/iklan programatic, bisa menjadi jalan bagi media main stream untuk tetap hidup ditengah sepinya iklan.
Daftar Mantan Blogger Terkenal Indonesia
1. Raditya Dika
– Awalnya dikenal lewat blog Kambing Jantan (2005) yang berisi cerita humor keseharian.
– Tulisan blognya kemudian dibukukan dan difilmkan.
– Kini lebih dikenal sebagai penulis, komedian, sutradara, dan YouTuber dengan jutaan pengikut.
2. Diana Rikasari
– Fashion & lifestyle blogger yang populer sejak era 2007–2010.
– Blognya Hot Chocolate and Mint menjadi rujukan fashion anak muda.
– Kini aktif sebagai penulis buku dan fashion entrepreneur.
3. Andra Alodita
– Blogger lifestyle & fotografi yang terkenal di awal 2010-an.
– Blognya banyak membahas gaya hidup, fotografi, dan personal growth.
– Kini lebih aktif di Instagram & YouTube sebagai content creator.
4. Benazio Rizki Putra (Bena Kribo)
– Blogger kreatif yang populer di era 2008–2012.
– Dikenal dengan gaya menulis jenaka dan visual unik.
– Kini aktif sebagai kreator digital dan entrepreneur.
5. Rama Mamuaya
– Blogger teknologi yang mendirikan DailySocial.id, salah satu media startup & teknologi terbesar di Indonesia.
– Berawal dari blog pribadi, lalu berkembang menjadi media profesional.
6. Gita Savitri Devi
– Awalnya blogger yang menulis tentang kehidupan mahasiswa Indonesia di Jerman.
– Kemudian beralih ke YouTube dan Instagram, dikenal sebagai influencer dan penulis buku.
Evolusi Gaya Penulisan Jurnalistik: Dari Tulisan Kritis ke Konten Cepat Saji
Mengapa Blog Pribadi Kalah dari Situs Berita Mainstream
Dominasi media besar seperti Tribunnews dalam berbagai niche konten mulai memicu keresahan di kalangan blogger independen. Muh. Akbar Rafsanjani, salah satu pengguna forum tanya jawab Quora pada postingan diskusi Blogger tahun 2019, menyebut bahwa Tribunnews tak hanya fokus pada berita aktual, tetapi juga merambah topik-topik ringan khas blogger seperti kesehatan, otomotif, resep masakan, jadwal bola, ulasan Kpop hingga chord gitar.
“Media besar dengan sumber daya dan reputasi domain yang kuat, blogger kecil jadi seperti bertarung tanpa senjata,” ujarnya, seraya mengeluhkan format artikel Tribunnews yang terbagi ke banyak halaman hanya untuk meraih banyak pageview dan mengganggu kenyamanan membaca.
Otoritas Domain, Kredibilitas dan Dominasi media besar
Google menilai situs berdasarkan otoritas domain. Situs berita besar seperti Kompas, Detik, atau CNN Indonesia sudah memiliki reputasi panjang, ribuan backlink, dan pembaca setia. Hal ini membuat algoritma Google lebih percaya pada mereka.
Menurut diskusi di forum SEO, “Blog personal cenderung kalah bersaing di SERP Google oleh situs berita maupun situs besar lainnya karena otoritas dan kredibilitas yang lebih rendah”.
Volume dan Konsistensi Konten
Media mainstream memproduksi ratusan artikel per hari, termasuk artikel ringan seperti tips kesehatan, kuliner, atau lifestyle. Blogger individu biasanya hanya menulis beberapa artikel per minggu. Akibatnya, Google melihat media besar lebih “aktif” dan relevan.
Tim SEO Profesional
Situs berita memiliki tim SEO khusus yang mengoptimalkan judul, meta description, internal link, hingga schema markup. Blogger sering bekerja sendirian, sehingga kalah dalam aspek teknis.
Backlink dan Jaringan Internal
Artikel berita di media besar saling terhubung melalui internal link, dan sering dikutip oleh media lain. Blog pribadi jarang mendapat backlink alami. Padahal, backlink adalah salah satu faktor terkuat dalam ranking Google.
Kecepatan Update
Media mainstream bisa menulis artikel dalam hitungan menit setelah sebuah topik viral. Blogger sering terlambat karena keterbatasan sumber daya.
Gaya Penulisan
Artikel berita ditulis dengan standar jurnalistik: ringkas, jelas, faktual. Blog pribadi cenderung lebih personal dan subjektif. Google kini lebih mengutamakan EEAT (Experience, Expertise, Authoritativeness, Trustworthiness), sehingga blog yang terlalu personal bisa dianggap kurang kredibel.
Fenomena Wartawan Menjadi Penulis Konten
Setelah era blogger berakhir karena kalah persaingan dengan media mainstream. Media online pun mulai fokus terjun ke artikel ringan dan mulai merasakan gurih dan renyahnya pendapatan adsense, hingga insan media terbawa arus ke ranah penulisan artikel ringan secara masif. Hingga wartawan pun banyak yang nyambi jadi penulis konten ringan.
Ini beberapa faktor lainnya dari fenomena wartawan jadi penulis konten:
Krisis Industri Media
Industri media mengalami krisis serius. Menurut data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), lebih dari 2.000 jurnalis di Indonesia terdampak PHK dalam dua tahun terakhir. Penyebabnya: turunnya iklan, persaingan media sosial, dan inefisiensi operasional.
Akibatnya, banyak wartawan beralih menjadi konten kreator di YouTube, TikTok, atau menulis artikel ringan untuk portal online.
Tekanan Algoritma Mesin Pencari
Di era algoritma, konten yang cepat, ringan, dan viral lebih disukai platform. Wartawan pun dipaksa menulis artikel “receh” atau clickbait agar sesuai dengan kebutuhan trafik.
Seperti ditulis oleh Bastomi di Cakrawala Media: “Jurnalis mencari fakta; konten kreator mencari perhatian. Dalam banyak kasus, keduanya bisa tumpang tindih, namun tidak selalu sejalan”.
Kutip Berita: Legal Gak Sih? Nih Jawabannya, Cara Aman Buat yang Aktif Tulis Konten
Kaburnya Batas Profesi Wartawan
Masyarakat awam kini sulit membedakan wartawan dengan kreator/penulis konten. Padahal, wartawan bekerja di bawah UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, sementara kreator konten tidak memiliki perlindungan hukum yang sama.
Septiawan Santana Kurnia, akademisi komunikasi, menulis di Kompas:
“Content creator bukan jurnalisme, melainkan saluran jurnalistik. Wartawan tersandera, organisasi berita tak berkutik, dan kualitas ekosistem berita menurun”.
Ekonomi Kreator
Menjadi penulis konten atau kreator sering lebih menguntungkan secara finansial dibanding jurnalis konvensional. Upah dihitung berdasarkan jumlah views, bukan kualitas liputan. Banyak mantan wartawan akhirnya memilih jalur ini.
Algoritma Menggantikan Redaktur
Di ruang redaksi, berita melewati editor dan redaktur. Di dunia konten, pengawasnya adalah algoritma. Konten yang sensasional akan diangkat, sementara konten mendalam sering terkubur.
Timeline 2023–2025: Dari Wartawan ke Penulis Konten
2023 – Awal Krisis Media
– Gelombang PHK mulai terasa di berbagai media besar di Indonesia.
– AJI (Aliansi Jurnalis Independen) mencatat ratusan jurnalis kehilangan pekerjaan akibat turunnya iklan dan pergeseran pembaca ke media sosial.
– Banyak wartawan mulai membuka blog pribadi, kanal YouTube, dan akun TikTok untuk bertahan hidup.
2024 – Algoritma Menguasai
– Media online semakin bergantung pada trafik dari Google dan media sosial.
– Wartawan dipaksa menulis artikel ringan, cepat, dan SEO-friendly agar bisa bersaing.
– Fenomena “wartawan jadi penulis konten” makin nyata: liputan investigatif berkurang, digantikan artikel hiburan, tips, dan berita viral.
– Tempo Institute menyoroti tren ini dengan menyebut wartawan kini harus menguasai gaya penulisan konten agar tetap relevan.
2025 – Era Kreator Digital
– PHK massal masih berlanjut; AJI melaporkan lebih dari 2.000 jurnalis terdampak sejak 2023.
– Banyak mantan wartawan beralih profesi menjadi content creator penuh waktu atau penulis konten untuk institusi/brand.
– Kolom di *Tempo* menegaskan bahwa pendapatan iklan media sudah tidak bisa diandalkan, sehingga media pun ikut memproduksi konten ringan demi bertahan.
– Publik makin sulit membedakan mana produk jurnalistik (dengan kode etik) dan mana sekadar konten viral.
Dalam kurun 2023–2025, profesi wartawan mengalami transformasi besar: dari pencari fakta menjadi produsen konten. Krisis iklan, tekanan algoritma, dan peluang ekonomi di dunia kreator membuat banyak jurnalis meninggalkan idealisme jurnalistik demi bertahan di industri digital.
Wartawan beralih menjadi penulis konten karena hilangnya stabilitas kerja di media konvensional, tekanan algoritma yang mengutamakan klik, serta peluang ekonomi yang lebih besar di dunia konten digital.
Namun, pergeseran ini membawa konsekuensi: kualitas informasi bisa menurun, dan fungsi jurnalisme sebagai penjaga kebenaran berisiko tereduksi menjadi sekadar “penyedia konten”. Yang hanya menghadirkan konten cepat yang disajikan tanpa verifikasi demi untuk tujuan viralitas dan klik.
Sumber:
– Forum Bersosial: Penyebab Blog Personal Kalah Bersaing di SERP Google
– SEOsatu: Nulis artikel panjang tapi kalah sama web berita konten receh
– Kompasiana – Ini Dia 7 Deretan Blogger Ternama di Indonesia
– Jagoweb – Blogger Indonesia Terkenal: Daftar dan Profil Influencer Digital
– Superapp – 10 Blogger Indonesia Terbaik & Paling Menginspirasi
– Tatkala.co: Wartawan Dulu, Kreator Konten Kemudian
– Kompas.id: Content Creator sebagai Saluran Jurnalistik
– Cakrawala Media: Di Antara PHK dan Algoritma: Ketika Jurnalis Berubah Jadi Konten Kreator