KORANMANDALA.ID – Setelah kita menjelajah nadi kehidupan Cikapundung,cerita kereta api di Priangan, dan Pieter Sijthoffpark, kini mari kita kembali ke jantung Kota Bandung. Di antara hiruk-pikuk pusat kota, ada sebuah nama jalan yang mungkin sering Anda dengar, namun jarang kita selami maknanya: Jalan ABC. Bukan, ini bukan jalan yang dinamai sesuai alfabet. Nama ini menyimpan kisah unik tentang sejarah perdagangan, budaya, dan jejak multietnis yang begitu kuat di Kota Kembang.
Jalan ABC, yang kini identik dengan pusat barang-barang elektronik, mungkin terkesan modern dan praktis. Namun, di balik namanya yang singkat itu, terhampar narasi masa lalu yang kaya, sebuah cerminan langsung dari dinamika sosial dan ekonomi Bandung tempo dulu.
Lorong Waktu di Jantung Kota: Mengenal Pieter Sijthoffpark, Saksi Evolusi Bandung
“ABC Straat”: Mozaik Etnis dalam Denyut Ekonomi Kolonial
Pernahkah Anda bertanya-tanya, apa sebenarnya arti “ABC” pada nama jalan di pusat kota Bandung itu? Jalan ABC ini bukanlah singkatan resmi yang tercatat dalam dokumen kolonial sebagai “Arab, Bumiputera, Cina”. Namun, teori yang berkembang kuat di masyarakat dan kerap disebut dalam catatan sejarah lokal, menggambarkan secara akurat realitas demografi dan ekonomi di sana. Keberadaan nama “ABC Straat” bahkan sudah tercatat dalam peta Bandung sejak tahun 1892, jauh sebelum Indonesia merdeka. Nama ini muncul karena menjadi titik pertemuan vital bagi tiga kelompok etnis utama yang membentuk denyut ekonomi kota:
- Arabieren (Orang Arab): Komunitas Arab di Hindia Belanda, sebagian besar berasal dari Hadramaut, Yaman. Mereka dikenal sebagai pedagang ulung yang membawa komoditas dari Timur Tengah seperti tekstil, rempah-rempah eksotis, dan barang pecah belah. Di Bandung, meskipun tidak mendominasi seperti di kota pelabuhan, kehadiran mereka sebagai bagian dari jaringan perdagangan lintas batas sangat terasa. Mereka juga kerap berperan dalam pembiayaan dan distribusi barang, menambah keragaman transaksi di jalan ini.
- Boemipoetera (Bumiputera atau Pribumi): Mengacu pada penduduk asli, yang di Bandung didominasi oleh etnis Sunda dan sebagian migran Jawa. Mereka adalah fondasi ekonomi lokal, membawa hasil pertanian dari pedalaman Priangan—mulai dari sayuran segar, buah-buahan, hingga komoditas ekspor seperti kopi dan teh—ke pasar kota. Sebagai konsumen utama dan juga pengrajin lokal, interaksi mereka dengan pedagang etnis lain di Jalan ABC sangat dinamis. Mereka mewakili kekuatan pasar lokal dan pemasok produk-produk asli bumi Nusantara.
- Chinezen (Orang Cina/Tionghoa): Komunitas Tionghoa memiliki peran yang sangat sentral dan bahkan dominan dalam aktivitas perdagangan di Jalan ABC. Mayoritas pedagang Tionghoa di Bandung, seperti di banyak kota lain di Jawa, memiliki akar dari suku Hokkian (dari provinsi Fujian, Tiongkok) yang terkenal dengan keahlian berdagang dan membangun jaringan bisnis. Mereka seringkali menjadi perantara (middlemen) yang menghubungkan produsen lokal dengan pasar global, atau mengimpor barang dari luar. Lokasi Jalan ABC yang strategis, sangat dekat dengan simpul transportasi vital (seperti jalan raya utama dan stasiun kereta api) serta terutama Pasar Baru sebagai pusat perdagangan terbesar di Bandung, semakin mengukuhkan dominasi dan peran vital komunitas Tionghoa di sana. Hingga hari ini, mayoritas pedagang di Jalan ABC masih dipegang oleh keturunan Tionghoa.
Selanjutnya, dari kacamata toponimi…..






