Close Menu
  • Home
  • News
  • Edukasi
  • Tekno
  • Sport
  • Lifestyle
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Politik
Facebook X (Twitter) Instagram
Minggu, 26 Oktober 2025
Facebook X (Twitter) Instagram
KoranMandala.idKoranMandala.id
  • Peristiwa
    • Politik
    • Ekonomi
  • Edukasi
    • Hukum
  • Lifestyle
  • Tekno
  • Sport
KoranMandala.idKoranMandala.id
  • Home
  • News
  • Edukasi
  • Tekno
  • Sport
  • Lifestyle
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Politik
Home»Edukasi»Dari Jurnalis ke Penulis Konten: Krisis Media 2022–2025 dan Ancaman Hilangnya Fungsi Kritis Pers

Dari Jurnalis ke Penulis Konten: Krisis Media 2022–2025 dan Ancaman Hilangnya Fungsi Kritis Pers

Edukasi Rabu, 24 September 2025 17:02 WIB
Facebook Twitter WhatsApp Tumblr
Mass Media Banners Set
Mass media horizontal banners set - Freepik

KORANMANDALA.ID – Dalam empat tahun terakhir, lanskap media Indonesia mengalami guncangan besar. Wartawan yang dulu dikenal sebagai “anjing penjaga demokrasi” kini banyak yang beralih menjadi penulis konten atau kreator digital. Fenomena ini bukan sekadar perubahan profesi, melainkan cerminan krisis industri media yang semakin dalam.

Sejak 2022, tanda-tanda keretakan sudah terlihat: iklan menurun, kekerasan terhadap jurnalis meningkat, dan redaksi mulai melakukan efisiensi.

Memasuki 2023–2025, gelombang PHK massal, tekanan algoritma, dan dominasi platform global mempercepat transformasi wartawan menjadi produsen konten cepat saji.

DAFTAR ISI
1. Tahun ke Tahun Krisis Media di Indonesia
2. 2022: Awal Krisis Media
3. Profesi Wartawan Mengalami Transformasi Besar
4. Dampak Sosial dan Demokrasi
5. Tantangan Menghadirkan Kembali Konten Berkualitas
Tahun ke Tahun Krisis Media di Indonesia
2022: Awal Krisis Media

Tahun 2022 bisa disebut sebagai “tahun awal krisis”. Dewan Pers mencatat 61 kasus kekerasan terhadap jurnalis, naik dari 43 kasus pada 2021. Kondisi ini memperlihatkan betapa rentannya posisi wartawan, baik secara ekonomi maupun keamanan.

Di sisi lain, belanja iklan nasional mulai dikuasai oleh raksasa digital seperti Google, Facebook, dan YouTube. Media konvensional kehilangan sumber pendapatan utama. Beberapa media cetak dan televisi melakukan efisiensi, meski belum terang-terangan.

“Sejak 2022, kami sudah melihat tren penurunan iklan yang signifikan. Media harus mencari cara lain untuk bertahan,” ujar Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers kala itu.

2023: Gelombang PHK Pertama

Memasuki 2023, krisis semakin nyata. AJI (Aliansi Jurnalis Independen) melaporkan ratusan jurnalis terkena PHK akibat turunnya iklan dan pergeseran konsumsi berita ke media sosial.

Media besar mulai mengurangi liputan investigatif yang mahal dan memakan waktu. Sebagai gantinya, mereka memproduksi artikel ringan: tips kesehatan, kuliner, lifestyle, hingga berita viral.

Banyak wartawan yang kehilangan pekerjaan akhirnya membuka kanal YouTube, TikTok, atau menulis artikel SEO untuk portal online. Fenomena “wartawan jadi penulis konten” mulai terlihat jelas.

Maraknya Media Daring, Antara Kebebasan Pers dan Ancaman Disinformasi

2024: Algoritma Mesin Pencari Menguasai

Tahun 2024 menjadi titik balik. Media online semakin bergantung pada trafik dari Google dan media sosial. Wartawan dipaksa menulis artikel cepat, ringan, dan SEO-friendly agar bisa bersaing.

“Jurnalis mencari fakta; konten kreator mencari perhatian. Dalam banyak kasus, keduanya bisa tumpang tindih, namun tidak selalu sejalan,” tulis Bastomi dalam Cakrawala Media.

Liputan investigatif makin jarang muncul. Sebaliknya, artikel-artikel “receh” dengan judul clickbait mendominasi halaman utama media online. Tempo Institute bahkan merilis panduan bagaimana wartawan bisa menulis konten institusi dengan gaya komunikatif dan ramah algoritma.

2025: Era Kreator Digital

Pada 2025, fenomena ini mencapai puncaknya. AJI mencatat lebih dari 2.000 jurnalis terdampak PHK sejak 2023. Banyak mantan wartawan beralih profesi menjadi content creator penuh waktu atau penulis konten untuk institusi dan brand.

Publik makin sulit membedakan mana produk jurnalistik (dengan kode etik) dan mana sekadar konten viral. Artikel di Tatkala.co menyoroti kaburnya batas ini: wartawan dan kreator konten sering dianggap sama, padahal tanggung jawab etiknya berbeda.

“Content creator bukan jurnalisme, melainkan saluran jurnalistik. Wartawan tersandera, organisasi berita tak berkutik, dan kualitas ekosistem berita menurun,” tulis Septiawan Santana Kurnia, akademisi komunikasi, di Kompas.

Menurut Agus Siswanto, penulis literasi digital, “Menulis di media online tidak sama dengan di blog pribadi. Ada aturan, standar, dan rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar, sementara blog lebih bebas. Inilah yang membuat media mainstream lebih dipercaya mesin pencari”.

Google Gak Masalah Konten AI, Asal Gak Asal-asalan dan Bikin Otak Netizen Mikir


Profesi Wartawan Mengalami Transformasi Besar

Dalam kurun 2022–2025, profesi wartawan mengalami transformasi besar: dari pencari fakta menjadi produsen konten karena dipaksa atau terpaksa karena tuntutan keadaan: krisis iklan, tekanan algoritma mesin pencari, dan peluang ekonomi di dunia kreator, membuat banyak jurnalis meninggalkan idealisme jurnalistik.

Namun, di tengah banjir informasi, publik tetap membutuhkan jurnalisme yang utuh. Seperti kata Septiawan Kurnia dalam artikel di kompas.id : “Jurnalisme harus tunduk pada era budaya partisipatif, tapi tidak boleh kehilangan etika dan tanggung jawabnya”.

Jika tidak, kita akan hidup di dunia di mana kebenaran kalah oleh klik, dan wartawan hanyalah penulis konten tanpa daya kritis


Dampak Sosial dan Demokrasi

Fenomena wartawan yang bergeser menjadi penulis konten bukan hanya soal profesi, tetapi juga menyentuh kualitas demokrasi. Ketika berita lebih diarahkan untuk mengejar klik, akurasi sering kali dikorbankan. Publik pun tidak lagi mendapat informasi yang jernih, melainkan potongan cerita yang lebih mementingkan sensasi.

Kecepatan produksi konten membuat verifikasi sering diabaikan. Hal ini membuka ruang bagi hoaks dan misinformasi untuk menyebar lebih cepat. Informasi yang seharusnya mencerahkan justru bisa menimbulkan kebingungan dan konflik.

Batas antara berita jurnalistik dan konten hiburan juga makin kabur. Masyarakat sulit membedakan mana informasi yang lahir dari kerja jurnalistik beretika, dan mana yang sekadar konten viral untuk menarik perhatian. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap media ikut tergerus.

Lebih jauh, hilangnya fungsi kritis pers membuat wartawan tidak lagi dipandang sebagai penjaga kebenaran.

Padahal, seperti diingatkan Rosihan Anwar: “Wartawan adalah profesi, yakni harus didasari pengetahuan dan keterampilan… yang penting, wartawan harus punya integritas, kesetiaan pada profesi untuk membela rakyatnya, terutama rakyat yang dizalimi.”

Pesan ini menegaskan bahwa jurnalisme sejati tidak boleh kehilangan roh kritisnya.

Fenomena Situs Berita Berisi Konten Cepat Saji: Persaingan Tulisan di Mesin Pencari


Tantangan Menghadirkan Kembali Konten Berkualitas

Menghadirkan kembali konten berkualitas di era banjir informasi bukanlah perkara mudah.

Bagi penulis konten online, kuncinya adalah menemukan ceruk (niche) yang spesifik, memanfaatkan long-tail keyword, serta menonjolkan pengalaman pribadi yang autentik agar memenuhi prinsip EEAT (Experience, Expertise, Authoritativeness, Trustworthiness).

Sementara itu, bagi wartawan, dituntut untuk tetap berpegang pada kode etik jurnalistik, meski kini harus menulis di platform digital yang serba cepat dan penuh tekanan algoritma. Konsistensi menjaga integritas inilah yang membedakan karya jurnalistik dari sekadar konten biasa.

Di sisi lain, media sebagai institusi perlu berani berinvestasi pada liputan mendalam, meskipun hasilnya tidak selalu viral atau mendatangkan klik instan. Liputan investigatif dan analisis kritis tetap menjadi fondasi penting bagi demokrasi.

Namun, tanggung jawab tidak hanya ada pada pembuat konten. Publik juga memegang peran besar: mendukung media kredibel dengan cara berlangganan, berdonasi, atau sekadar memilih untuk membaca dan membagikan karya jurnalistik yang bermutu.

Dengan kolaborasi antara blogger/penulis konten, wartawan, media, dan publik, ekosistem informasi yang sehat dan berkualitas masih mungkin untuk dihidupkan kembali.***


Referensi
Forum Bersosial – Penyebab Blog Personal Kalah Bersaing di SERP Google
Cakrawala Media – Di Antara PHK dan Algoritma: Ketika Jurnalis Berubah Jadi Konten Kreator
Tempo Institute – Tips Jitu Menulis Konten Website Institusi Ala Wartawan Tempo
Tatkala.co – Wartawan Dulu, Kreator Konten Kemudian
Detik Jabar – 30 Kata-Kata Bijak Tentang Jurnalis dan Kebebasan Pers
Kompas.id – Content Creator sebagai Saluran Jurnalistik
Melintas.id – Bedakan Menulis di Blog dengan Media Online

 

Blogger Jurnalis Jurnalistik Media Online

KoranMandala.Id - Edukasi
Penulis: Erika Wijaya
Editor: Tim Mandala

ARTIKEL LAINNYA

Auto Ngebut Seharian! Ini 3 Tips Menjaga Performa Mesin Motor Supaya Tetap Kencang

Tips Ampuh Cara Merawat Body Motor Supaya Kinclong, Auto Ganteng Maksimal

PENTING! Ini Tanda AKI Motor Harus Diganti, Segera Beli yang Baru

Tips dan Trik Merawat Motor Agar Awet dan Gak Gampang Rusak, Auto Tahan Lama

konten-adalah-raja

Konten Itu Raja, Tapi Sharing Juga Nggak Kalah Penting: Strategi Konten Digital ala Gen Z

konten-jurnalistik

Evolusi Gaya Penulisan Jurnalistik: Dari Tulisan Kritis ke Konten Ringan Cepat Saji

Jurnalis-media-daring

Maraknya Media Daring, Antara Kebebasan Pers dan Ancaman Disinformasi

blogger-dan-jurnalisme

Fenomena Situs Berita Berisi Konten Cepat Saji: Persaingan Tulisan di Mesin Pencari

ARTIKEL TERBARU

Tips Merawat Knalpot Motor Agar Tetap Prima, Simpel tapi Penting!

Sering Disepelekan, Ternyata Ini Manfaat Memanaskan Motor Sebelum Bepergian, Bisa Bikin Bensin Irit?

Auto Ngebut Seharian! Ini 3 Tips Menjaga Performa Mesin Motor Supaya Tetap Kencang

Tips Ampuh Cara Merawat Body Motor Supaya Kinclong, Auto Ganteng Maksimal

3 Bahaya Ban Motor Gundul yang Harus Diwaspadai, Hati-Hati!

Tips dan trik Cara Mencegah Ban Motor Bocor di Tengah Perjalanan, Wajib Tahu

Wajib Tahu, Ini Tips Cara Mencegah Motor Mogok di Tengah Perjalanan, Apa Saja?

Masih Sering Dilakukan Ini 3 Penyebab Bensin Motor jadi Boros, Apa Saja?

TERPOPULER

Auto Lancar! Ini Tips Mencegah Hp Overheat atau Panas, Main Game Anti Ngelag

Auto Lancar 3 Tips Mencegah Hp Overheat atau Panas, Main Game Anti Ngelag

Cikapundung bandung sejarah dan toponiminya

Nadi Kehidupan Bandung: Mengurai Sejarah dan Nama Sungai Cikapundung

Gampang, Ini Cara Beli Lambang Centang Biru di Instagram, Dijamin Makin Keren!

Gampang, Ini Cara Mudah Mengganti Tema DM Instagram, Ngobrol Bareng Ayang jadi Lebih Romantis

aplikasi-wa-whatsapp

Masih Banyak yang Belum Tahu, Ini Cara Membuat Nada Dering WA Sebut Nama

@2025 KoranMandala.Id
  • Home
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • About Us
  • Indeks

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.